November 15, 2001
[dewi magazine] Sehalus Lilin, Selembut Coklat
Hampir semua wanita menyukai coklat, karena itu theobroma cacao atau coklat juga sering dikatakan sebagai sahabat wanita, tentunya setelah berlian. Nama theobroma sendiri berarti 'santapan dewa', menunjukkan kenikmatan coklat sebagai makanan. Namun sebagai
sahabat, coklat juga sering ditakuti wanita karena dianggap sebagai penyebab gangguan kulit serta kegemukan.
Sebenarnya, coklat murni mengandung berbagai bahan yang berguna bagi kesehatan tubuh. Misalnya flavinoids yang merupakan bahan antioksidan, juga mampu menurunkan tingkat kolesterol dan mengurangi resiko tekanan darah tinggi. Coklat juga mengandung theobromine dan caffeine yang memberikan energi bagi tubuh. Tetapi penambahan bahan-bahan pemanis dan penambah kaya rasa seperti gula, susu, dan mentega, memang bisa menyebabkan coklat memberikan efek kurang baik bila dikonsumsi berlebihan.
Soal coklat sebagai makanan seperti di atas, tentu Anda sudah sangat akrab. Pernah membayangkan coklat sebagai bagian perawatan kulit? Beberapa waktu lalu, pihak Tulip Chocolate melakukan kerjasama dengan rumah kecantikan Centre de Beaute untuk mengadakan acara mandi coklat sebagai perawatan kulit. Acara ini merupakan bagian dari sebuah pameran akbar bertema coklat.
Bayangkan, Anda berendam dalam bathtub berisi coklat murni sehangat 40 derajat celcius selama 15 sampai 20 menit, dan saat keluar, kulit tubuh terasa begitu halus dan lembut. Hasilnya pun tak semata-mata kelembutan kulit, tapi juga tubuh yang rileks serta rasa nyaman karena kemewahan coklat itu sendiri.
Sebenarnya khasiat coklat bagi kulit sudah lama dimanfaatkan dalam industri kosmetik. Coklat sering digunakan sebagai bahan baku berbagai produk kosmetik, terutama lipstik, berbagai krim, dan maskara. Biji-biji dari dalam buah coklat diproses menjadi cocoa butter, cocoa liquor, dan cocoa powder. Cocoa butter yang berwarna kuning inilah yang memiliki manfaat besar bagi kulit. Kemampuan menghaluskan dan melembapkan kulit memang dimiliki oleh berbagai minyak alami, tetapi kelebihan cocoa butter adalah pada kepekatannya yang ringan sehingga mudah diserap kulit. Kemudahan ini membuat khasiat coklat yang melembutkan lebih mudah terasa dan bertahan hasilnya.
"Mandi coklat bisa dilakukan oleh siapa saja, tanpa persyaratan khusus kecuali mandi bersih saja sebelumnya," jelas Elvira, business development manager dari Tulip Chocolate yang berlokasi di Bekasi. Tapi jangan terburu-buru mencari tempat yang menyediakan perawatan ini, karena di Indonesia memang belum ada. Hal ini dijelaskan oleh Elvira, "Walaupun
bermanfaat bagi kulit, mandi coklat membutuhkan biaya yang sangat besar."
Satu kali mandi coklat membutuhkan sekitar satu kwintal coklat dengan kandungan cocoa butter sebanyak 65% dan cocoa liquor 35%. Coklat yang digunakan benar-benar murni, Anda bisa saja menambahkan gula dan tepung bila berniat mengolahnya menjadi cake! Tentu saja coklat yang sudah digunakan untuk mandi tak bisa diolah seperti itu karena alasan kelayakan. Maka sayang sekali jika harus membuang satu kwintal coklat untuk kenikmatan selama 20 menit.
"Waktu itu, kami memang ingin membuat sesuatu yang spektakuler untuk menunjukkan kepada semua orang bahwa coklat itu merupakan sahabat wanita karena merupakan bahan baku kosmetik, jadi tidak perlu ditakuti," jelas Yani Bodhipala dari Centre de Beaute mengenai tujuan mengadakan acara mandi coklat ini. "Selain itu, kami juga ingin menunjukkan bahwa coklat produksi lokal tak kalah mutunya dengan yang bukan lokal."
Bila masih juga berniat untuk merasakan nikmatnya mandi coklat, Anda bisa berkunjung ke Hershey Hotel di Pennsylvania. Spa di hotel ini menyediakan berbagai perawatan dengan coklat sebagai menu utama. Perawatan yang bisa Anda lakukan misalnya Whipped Cocoa Bath atau mandi coklat susu, Chocolate Mud Hydrotherapy yang menggabungkan khasiat lumpur dan coklat, Chocolate Bean Polish dan Cocoa Butter Scrub untuk menghilangkan kulit mati, serta Chocolate Fondue Wrap yang membungkus tubuh dalam coklat. Semua perawatan ini menggunakan coklat produksi kota Hershey sendiri.
Tapi untuk sementara, tak perlu jauh-jauh berkunjung ke kota Hershey untuk merasakan manfaat coklat. Manfaat cocoa butter masih tetap bisa Anda rasakan dalam bentuk minyak yang digunakan untuk massage menjelang berbagai perawatan tubuh lainnya. Salah satu perawatan yang bisa Anda lakukan adalah gabungan antara massage dengan cocoa butter yang dilanjutkan dengan pembaluran lilin parafin yang juga sudah dikenal kemampuannya melembutkan dan melembapkan kulit.
Tertarik merasakan kemewahan coklat dan merasakan hasilnya pada kulit Anda? Untuk lebih jelas mengenai coklat dan mandi lilin, dewi melakukan awancara dengan Yani Bodhipala dari Centre de Beaute.
Mengapa mandi coklat tidak diadakan sendiri, tanpa digabungkan dengan perawatan lain?
Kami memang pernah membuat sesuatu yang spektakuler dengan mandi coklat murni. Tetapi untuk dilakukan sebagai perawatan teratur, biayanya akan terlalu tinggi dibandingkan hasilnya. Sekali mandi coklat yang hanya sekitar 15 hingga 20 menit menghabiskan satu kwintal coklat berharga puluhan juta. Saat dikombinasikan dengan mandi lilin, ternyata hasilnya tetap sama tetapi biayanya bisa jauh berbeda.
Mengapa coklat yang dipilih untuk melengkapi perawatan mandi lilin?
Perawatan ini menggunakan produk dari biji coklat berupa minyak yang disebut cocoa butter. Minyak ini merupakan bahan alami yang bersifat melembutkan dan melembapkan kulit, karena itu banyak dipakai sebagai bahan baku kosmetik. Dibandingkan dengan minyak alami lainnya, misaknya minyak zaitun, cocoa butter tidak begitu pekat serta lebih mudah diserap oleh kulit.
Bagaimana langkah-langkah pelaksanaannya?
Seperti melakukan perawatan tubuh biasa. Pertama-tama, dilakukan dulu scrub atau penggosokan tubuh, kemudian langsung dilakukan massage dengan minyak cocoa butter ini. Setelah itu, area yang hendak dirawat diolesi dengan lilin parafin khusus dan ditutup dengan plastik selama kurang lebih sepuluh menit.
Untuk kaki yang lelah, perawatan dimulai dengan foot spa menggunakan garam mandi yang mengandung aromatheraphy tertentu. Setelah kaki dikeringkan, dilanjutkan dengan refleksiologi menggunakan minyak cocoa butter, baru kaki dibalur dengan lilin parafin.
Mengapa harus ditutupi dengan plastik?
Pembuluh darah yang mekar karena panasnya parafin akan membuat pori-pori terbuka. Saat terbuka itulah, kandungan parafin yang melembutkan kulit diserap. Plastik berguna untuk menjaga agar penguapan yang terjadi tidak 'lolos' sehingga kulit tetap lembap.
Mungkinkah perawatan ini dilakukan setiap hari?
Mungkin saja, tetapi sebenarnya tidak perlu, seminggu sekali saja sudah cukup. Sedangkan bagi mereka yang sedang dalam persiapan pernikahan, bisa melakukannya tiga hari sekali.
Berapa lama setelah perawatan dilakukan, hasil nyata bisa dirasakan?
Kelebihan dari perawatan ini memang pada hasilnya yang langsung bisa dirasakan setelah perawatan, terutama bagi mereka yang memiliki kulit kering karena jenis maupun penuaan. Kulit terasa lebih lembut, lembap, dan halus, dan bertahan hingga dua minggu setelah
perawatan.
October 15, 2001
[dewi magazine] Minyak Cantik
Bila mendengar istilah aromaterapi, biasanya yang terbayang adalah oil burner di sudut ruangan dengan lilin menyala di bawahnya dan aroma alami lembut yang pelan-pelan memenuhi ruangan. Penggunaan aromaterapi dengan dihirup seperti ini memang lebih akrab dikenal dibandingkan dengan aplikasi essential oil langsung ke kulit.
Essential oil sendiri merupakan sari tetumbuhan yang diambil dari bagian bunga, batang, getah, daun, atau akar, tergantung jenis tetumbuhannya. Minyak ini benar-benar saripati tetumbuhan tersebut, sebagai contoh, 100 kg tumbuhan Ylang Ylang harus disuling untuk menghasilkan essential oil yang hanya sebanyak 2 kg. Karena konsentrasinya begitu pekat, bisa dikatakan essential oil merupakan elixir yang menyimpan manfaat tetumbuhan dalam kadar ratusan kali lipat.
"Essential oil bersifat kompleks, terdiri dari ratusan komponen dasar kehidupan seperti karbon, hidrogen, nitrogen, dan oksigen. Molekul-molekulnya juga mengandung ion negatif dan positif yang merupakan electrical charges. Karena itu essential oil bisa dibagi dalam empat kategori: menenangkan, menghangatkan, mendinginkan, memberikan stimulasi," jelas Jeanne Thong, Beauty Therapist & Aromatherapist.
Selanjutnya, aromatherapist keluaran Joanna Hoare Institute of Aromatherapy ini menambahkan, "Molekul-molekul essential oil yang teramat kecil membuatnya mudah sekali larut dalam berbagai bahan pelarut seperti alkohol, dan terutama minyak. Ini membuatnya mudah diserap oleh kulit karena tercampur ke dalam jaringan lemak. Ketika menguap, essential oil terhirup dan memasuki jutaan sel sensitif tubuh yang ada pada saluran pernapasan. Pada proses ini, tubuh mengirimkan pesan pada otak melalui sistem lymbic yang mengontrol fungsi-fungsi utama tubuh. Di sinilah essential oil mampu meningkatkan kondisi fisik maupun psikologis secara bersamaan."
Karena berasal dari tetumbuhan, essential oil tidak meninggalkan residu yang berbahaya dalam tubuh. Tapi tentu saja semua yang digunakan berlebihan tidak akan memberikan hasil baik, karena itu pilihlah essential oil yang paling sesuai untuk masalah Anda dan gunakan secukupnya.
Sebenarnya, tanpa sadar pun Anda sudah merasakan manfaat essential oil lewat berbagai produk kecantikan sehari-hari. Berbagai jenis essential oil telah dimanfaatkan untuk merawat kulit kering, normal, maupun berminyak, mengatasi jerawat dan noda hitam, sampai mengatasi berbagai masalah rambut seperti kering, berminyak, dan berketombe.
Sedangkan untuk penggunaan essential oil secara lebih terkonsentrasi, biasanya memang dengan dihirup atau aplikasi langsung. Tapi jangan terburu-buru membeli essential oil dan mengoleskannya begitu saja pada kulit, Anda bisa mengalami iritasi karena konsentrasi yang terlalu kuat. Pastikan esssential oil pilihan Anda sudah dilarutkan dalam carrier oil yang juga berasal dari bahan alami.
Seperti halnya semua bentuk perawatan, bila Anda sedang hamil atau menjalani perawatan medis khusus, sebaiknya berkonsultasi dulu dengan praktisi profesional sebelum menggunakan essential oil. Beberapa essential oil mungkin bisa merangsang fungsi-fungsi tubuh tertentu yang sedang peka karena keadaan medis Anda.
"Setiap minyak mempunyai komposisi kimia tersendiri yg menentukan bau, warna, penguapan, dan -tentu saja- bagaimana pengaruhnya terhadap sistem tubuh. Hal ini membuat setiap jenis minyak memiliki berbagai sifat-sifat yang unik dan menguntungkan," kata Jeanne lagi. Tetapi khasiat essential oil juga sangat bergantung pada mutu tetumbuhan yang digunakan, cara prosesnya, dan pelarutnya. "Karena itu, pilihlah essential oil yang murni dan alami karena yang campuran atau palsu tidak bekerja pada tubuh sebagaimana mestinya. Minyak yg berkualitas baik mungkin memang lebih mahal tetapi manfaatnya selalu sebanding dg harganya," tambahnya.
Untuk sehari-hari, Anda bisa mencoba beberapa essential oil yang paling sering digunakan berikut ini:
- Lavender, untuk mengatasi luka ringan
- tea leaves, sebagai antiseptik
- peppermint, mengatasi peradangan dan migraine
- chamomile, untuk sakit perut
- eucalyptus, mendinginkan tubuh
- geranium, menenangkan emosi yang berlebihan
- rosemary, untuk membantu penyembuhan sakit flu
- thyme, mengandung antibiotik
- lemon, untuk gigitan serangga dan mengurangi selulit
- clove, untuk sakit gigi
Bila dimanfaatkan secara tepat, essential oil mampu meningkatkan kualitas kesehatan maupun kehidupan. Manfaatnya sudah dirasakan sebagai cara penyembuhan tradisionil sejak sekitar 5000 tahun lalu. Dan walaupun belum bisa memilih essential oil mana yang paling tepat untuk masalah kesehatan Anda, paling tidak aromanya sudah membuat lingkungan hidup jadi lebih menyenangkan.
Salah satu produsen yang menggunakan essential oil untuk perawatan kecantikan adalah Decleor, yang berasal dari Prancis. Untuk mengetahui lebih jelas tentang hal ini, dewi melakukan wawancara dengan Susan Lamentik, Trainer untuk Decleor Indonesia.
Bagaimana Decleor memanfaatkan essential oil untuk perawatan kecantikan?
Dengan bantuan carrier oil alami seperti hazelnut atau wheatgerm yang mudah diserap tubuh, essential oil mampu mencapai lapisan kulit paling dalam atau hipodermis dan bekerja sebagai natural beauty booster, sehingga -tergantung jenisnya- mampu mengatur kadar minyak, mengatasi kekeringan kulit, merangsang pertumbuhan sel kulit baru, melindungi kulit dari berbagai faktor luar, serta menyeimbangkan mikroorganisme pada permukaan kulit.
Bagaimana bentuk produk perawatan dari essential oil ini, dan bagaimana pemakaiannya?
Produk ini terdiri dari Aromessence yang berbentuk minyak dan Aromatic Balm yang berbentuk krim. Cara pemakaiannya disebut duo concept, Liquid Day berupa tiga tetes aromessence sebelum aplikasi krim wajah, dan Solid Night, tiga tetes aromessence sebelum pemakaian Aromatic Balm.
Karena bentuknya berupa minyak, bisakah produk ini digunakan oleh pemilik kulit berminyak? Bagaimana dengan jenis kulit yang sensitif?
Produk Aromessence bermacam-macam sesuai dengan jenis dan kebutuhan kulit. Pemilik kulit berminyak sebaiknya menggunakan Aromessence Ylang Ylang atau bunga kenanga, yang membantu mengatur kadar minyak pada kulit. Sedangkan untuk kulit sensitif, Aromessence Rose d'Orient dari bunga mawar Damaskus akan membantu menenangkan jaringan kulit yang sensitif.
Adakah batasan umur untuk menggunakan produk essential oil ini?
Tidak ada batasan mutlak mengenai usia berapa yang bisa menggunakan produk ini. Setiap produk Decleor sendiri selalu diuji-cobakan pada sejumlah sukarelawati berusia 25-60 tahun selama 28 hari berturut-turut. Batasan usia tersebutlah yang biasanya membutuhkan perawatan kulit, tetapi hal tersebut juga dipengaruhi berbagai faktor luar seperti sinar matahari.
Adakah perawatan dengan essential oil yang bisa mengatasi masalah pigmentasi berlebihan pada kulit?
Aromessence Whitening, yang mengandung berbagai essence seperti acacia dan lemon untuk menyamarkan pigmentasi, parsley untuk mengatasi penuaan dini, chamomile untuk mengatasi peradangan kulit, serta mengandung plant oil hazelnut untuk mencegah dehidrasi, muscrat rose yang menenangkan kulit, serta wheatgerm oil yang memberikan nutrisi pada kulit.
Adakah produk dari essential oil yang bisa membantu pembentukan tubuh?
Aromessence Slendisium atau Body Contouring untuk pembentukan tubuh dan masalah selulit, dan Aromessence Tonilastil atau Body Firming untuk mencegah stretchmarks. Tingkat kecepatan hasilnya bergantung pada berat badan serta stadium selulit dan stretchmarks.
Apakah penggunaan produk essential oil harus dilakukan secara profesional?
Decleor mempunyai produk profesional untuk digunakan dalam kabin perawatan, serta berbagai produk retail yang bisa digunakan sehari-hari di rumah.
August 15, 2001
[a+ magazine] Pokoknya Globalisme, Titik
Sebenarnya ini salah saya sendiri yang selalu datang terlambat ke kantor, akibatnya ketinggalan rapat yang membahas tema bulan ini, yaitu globalisme. Yang jadi masalah, saya sama sekali tidak mengerti makna kata itu. Selama ini globalism hanyalah sebuah BIG WORD, sesuatu yang sering terdengar tapi tak pernah saya pikirkan benar maknanya. Ini benar-benar pukulan besar buat ego saya yang kelewat besar itu. Astaga, ternyata saya tidak sepintar yang saya duga sebelumnya. Apa dong yang harus saya tulis?
Saya akan mencoba memikirkannya. Samar-samar terngiang kata-kata dosen interior saya sekitar empat tahun lalu, “Indonesia akan memasuki era globalisasi pada tahun 2003, bersiap-siaplah menghadapi persaingan ketat di pasar kerja bebas.” Waktu itu bukan bu dosen saja yang sibuk memperingatkan tentang kedatangan era globalisasi, media massa juga sibuk membicarakan hal sama. Maksudnya kira-kira begini, bila era globalisasi telah tiba, maka SDM Indonesia tak lagi dibedakan dengan SDM dari manca negara. Maka hanya mereka yang mau bersikap terbuka, berani menghadapi tantangan, dan selalu meningkatkan kualitas pribadinya yang bisa menang di persaingan seketat ini.
Hah? Bagaimana tadi? Sebelum saya sempat memikirkan lebih lanjut, whoosh...! Manusia Indonesia memang mudah berubah, mungkin karena super kreatif. Jangankan menunggu datangnya tahun 2003, hanya dalam setahun, topik globalisasi sudah berganti menjadi kekuatiran tentang lapisan ozon yang berlubang. Penyebabnya adalah polusi yang tak tertanggulangi, dengan berbagai dampak buruk, seperti punahnya spesies tertentu hingga meningkatnya jumlah penderita kanker kulit. Sibuklah dunia membicarakan masalah ini.
Lubang masih menganga ketika topik berikutnya datang: Y2K. Lalu banjirlah berbagai informasi mengenai millenium bug ini, dari tidak berfungsinya jam digital, lampu lalu-lintas mati, hingga kacaunya sistem perbankan. Seram, sih. Hanya sepertinya agak terlambat untuk panik atas sesuatu yang sudah di depan mata, sementara sistem dua digit itu sudah digunakan sejak komputer diciptakan.
Ternyata tidak ada yang rusak. Maka seperti balon kempes, menghilanglah sang kutu millenium ini. Selamat datang, naga emas! Tiba-tiba -mungkin bosan dengan hal-hal canggih- muncullah topik-topik peruntungan seperti shio, fengshui, ramalan Nostradamus, Ronggowarsito, dan kedatangan satria piningit. By the way, ternyata saya tidak sedang mendisain interior rumah seorang pejabat, tetapi sudah pindah ke sekolah mode, bekerja di bank, di majalah dewi, dan akhirnya di majalah yang Anda pegang ini. Mungkin saya memang manusia Indonesia sejati yang mudah berubah karena super kreatif tadi.
Tunggu sebentar, bagaimana dengan globalisme? Marilah kita menganggap topik ini sebagai sesuatu yang tak pernah usang, bukan hanya trend pembicaraan yang sudah ketinggalan jaman. Baiklah, jadi globalisme adalah: sebuah isme –aliran ilmu pengetahuan- yang berkenaan dengan menyatunya seluruh penduduk dunia dalam segi informasi yang diperoleh, cara berpikir, dan status sosial. Sebagaimana semua isme lainnya, maka semua ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup umat manusia.
Bicara soal informasi, berarti ini masalah komunikasi. Dalam sebuah dunia global ideal, suatu kejadian di tempat berjarak ribuan kilometer bisa diketahui dalam beberapa menit seolah terjadinya di rumah tetangga sendiri. Telepon, ponsel, internet, satelit, radio, televisi menghubungkan manusia-manusia yang seratus tahun lalu tidak mungkin saling berjumpa hingga akhir hayat. Tanpa perlu pergi ke manapun, tanpa bertatap langsung dengan siapa pun, kita bisa tahu tentang hampir apa pun hanya lewat memencet tombol-tombol.
Sounds great, huh? Tapi, benarkah kita perlu semua informasi itu? Benarkah kita perlu tahu tentang segala hal yang terjadi? Kenyataannya manusia sering tidak bisa menyortir informasi yang dibutuhkannya. Maka kita sering mendengar tentang orang yang kecanduan telepon, internet, atau menjadi potato couch di depan televisi. Semua alat telekomunikasi itu hanya bisa menyampaikan informasi mengenai kehidupan secara garis besar saja. Melalui alat-alat itu, kita hanya bisa tahu, tetapi tidak merasakan. Dalam ‘Manusia Kamar’, Seno Gumira Adjidarma menggambarkan seseorang yang tinggal dalam kamar tertutup tanpa kontak sosial langsung sama sekali, tetapi tak pernah ketinggalan informasi dunia dengan bantuan berbagai alat komunikasi. Cerpennya bagus, mas. Bila tak hati-hati, segala kecanggihan itu bisa membuat kita menjadi orang yang serba tahu sekaligus tidak tahu apa-apa.
Kalau globalisme berarti manusia tak lagi dibedakan berdasarkan suku, agama, maupun rasnya, saya setuju saja. Manusia memang dilahirkan sama, setingkat dan sederajat. Tapi entah kenapa, manusia butuh untuk dibeda-bedakan. Saat masalah SARA tak lagi membeda-bedakan manusia, ada saja alasan lain untuk berkelompok. Ibu saya mengaku sebagai seorang tradisionalis, musik yang bisa dinikmati hanyalah dari jaman Frank Sinatra dan berhenti sampai pada Broery Pesulima. Jangankan Radiohead, lagu Krisdayanti saja dianggapnya tak memilki ‘irama’. Jangan bicara soal membuka pikiran kepadanya, pokoknya jaman dulu lebih enak, titik. Buktinya, BuDhe dan PakDhe juga berpendapat sama.
Itu baru ‘gang’ tradisionalis, or should I say, just plain old-fashioned? Saya pernah punya teman yang mengaku punker, mencampur lem ke rambutnya agar seperti jajaran tombak, memakai jeans ketat berpeniti, dan kaus ketat lengan panjang bermotif bendera Inggris. Melalui internet, ia berhubungan dengan para punker dari seluruh dunia, tanpa peduli ras dan bahasa, punk is so cool. Adik teman saya adalah ‘anak Indie’, dengan poni panjang hingga ke dagu dan hanya mendengarkan musik Blur, Oasis, dan sejenisnya. Sebagai ‘anak Indie’, maka ia sangat ‘cool’, tidak banyak bicara kecuali dengan kelompoknya dan bersikap seakan-akan tidak butuh perhatian dan pendidikan.
Bukan hanya jenis musik yang bisa dijadikan alasan berkelompok, hobi dan pekerjaan juga sering digunakan. "Seniman seperti kita ini, seringkali kurang bisa diterima masyarakat," ini menurut seorang teman kepada saya sambil mengemukakan berbagai ide kontroversialnya. Eh, situ aja yang seniman, saya mah bukan. Ada juga kelompok yuppies yang ditandai dengan pendidikan luar negri dan selalu berbicara dengan tambahan bahasa Inggris di sana-sini, atau generasi gen-X, suka clubbing tapi juga memperhatikan masalah sosial, dengan pikiran bergerak cepat seperti lintasan adegan-adegan film independen.
Baiklah, mungkin globalisme cuma berarti berlimpahnya kebebasan. Anda bebas mempunyai ide dan menyatakannya, bebas melakukan apa saja, bebas menjadi apa saja. Tetapi kebebasan ternyata jauh lebih berat daripada keterikatan. Bebas berarti Anda harus siap berpikir sendiri, mengambil keputusan sendiri, dan mempertahankannya bila ternyata diprotes orang lain. Kebebasan bisa jadi berujung pada kesendirian. Nah, apakah Anda merasa bebas, atau ternyata sudah memutuskan untuk tetap terikat?
Kesimpulannya, globalisme tidak memberi kontribusi positif pada kehidupan manusia. Tunggu dulu, benarkah begitu? Tidak, globalisme adalah konsep yang sangat ideal, masalahnya ada pada manusia yang tidak sanggup menerima konsekuensinya. Bila manusia tetap saja berkelit dari kebebasan yang ditawarkan globalisme serta hanya mau memanfaatkan kemudahannya saja, maka globalisme tinggal menjadi ide utopis belaka. Ini tidak semudah memasang foto wanita kulit hitam berdampingan dengan pria kulit putih -atau sebaliknya-. Saya tidak tahu apakah ini melambangkan globalisme atau justru malah menekankan perbedaannya.
Tapi sebelum membicarakan penyelewengan makna globalisme, mungkin seharusnya saya pikirkan dulu kenyataan yang ada. Nyatanya, saya masih sering mendengar pembicaraan orang yang bocor lewat telepon rumah, SMS yang saya kirim hari Senin baru sampai hari Kamis, dan televisi masih menayangkan sinetron yang cerita dan pemainnya hampir sama. Lalu baru saja melangkahkan kaki ke luar rumah, sudah ada umpatan berdasarkan suku, agama, atau, ras. Di daerah lain, malah sedang terjadi perang mengenai hal itu.
Sedangkan si punker tadi kini sudah memotong rambutnya, berdasi, dan menjual asuransi. Si ‘anak Indie’ sedang mengikuti kuliah manajemen dan sang seniman menikahi pacarnya karena takut hidup sendiri dan menyalahi norma sosial masyarakat. Talking about reality. Saya harus salut pada ibu saya yang tetap konsisten dengan ketradisionalannya.
Jadi, bagaimana? Topik globalisme tetap tidak menarik buat saya, mungkin cara berpikir saya yang terlalu dangkal. Bagaimana kalau saya menulis tentang tips-tips pemeliharaan anjing Shih-Tzu saja sebagai gantinya? Saya punya banyak sumber informasi mengenai hal ini, lho. Tidak boleh? Atau tentang cara memecahkan password sebuah email? Apa, ilegal? Yah, mungkin lain kali saya harus datang lebih pagi ke kantor. Tapi kali ini, saya benar-benar menemui jalan buntu.
Ada yang bisa membantu? Anyone? Anybody?
July 20, 2001
[a+ magazine] Jangan Bangun Pagi-Pagi!
Hobi saya? Hmm... tidur. Ini cukup memalukan, soalnya jawaban ini dianggap tidak biasa. Belum lagi bila ditambah dengan cap pemalas dan tidak aktif. Tapi ini bukan mengada-ada, pada akhir pekan saya selalu menghadapi dilema antara bersosialisasi dengan teman-teman atau tidur seharian. Tough choice.
Tapi coba pikirkan dulu. Bukankah jaman dahulu manusia memang menghabiskan banyak waktu untuk tidur? Dulu manusia tak punya pilihan selain tidur setelah matahari terbenam karena tak adanya lampu, radio, maupun televisi. Penemuan listrik memang membawa banyak kemudahan pada kehidupan, tetapi sekaligus membuat manusia jadi kekurangan waktu tidur. Pada awal tahun 1900-an, waktu tidur manusia rata-rata adalah 9 jam setiap harinya, dan kini telah berkurang hingga tinggal 7 jam atau malah kurang.
Jangan menganggap remeh soal berkurangnya waktu tidur ini. Kurang tidur dapat mempengaruhi stamina, mengurangi daya ingat, memperlambat proses mental dan menyebabkan sakit kepala. Seorang ahli bedah membuat kesalahan 20 persen lebih banyak akibat kurang tidur. Ini memang hanya hasil simulasi -untunglah- tapi jangan lupa bahwa simulasi memberikan hasil yang kurang lebih sama dengan kejadian sebenarnya.
Kurang tidur juga meningkatkan resiko diabetes dan serangan jantung karena meningkatnya kadar gula darah. Bukan hanya itu, kurang tidur ternyata mempengaruhi hormon tubuh, metabolisme, dan jaringan syaraf dengan efek yang serupa dengan penuaan. Jadi, semakin kurang waktu tidur Anda, semakin cepat Anda tua. Mungkin ini yang namanya beauty sleep.
Early risers, watch out! Sebuah riset dari University of Westminster bahkan menunjukkan bahwa mereka yang bangun sebelum matahari terbit cenderung lebih tegang dan mudah marah dibandingkan mereka yang bangun pada saat matahari sudah cukup tinggi. Selain itu, para early riser ini juga lebih sulit berkonsentrasi seharian, lebih mudah terkena pilek, sakit kepala, dan kejang otot.
'Tapi saya merasa baik-baik saja, padahal cuma tidur lima jam sehari.' Mungkin Anda berkata demikian. Jangan yakin dulu, mungkin Anda belum sadar bahwa kemampuan yang Anda tunjukkan sehari-hari ternyata tidak maksimal. Anda memang bisa menjadi terbiasa dengan sedikitnya waktu tidur, tetapi Anda tak mungkin mengurangi kebutuhan tidur tersebut.
Kalau begitu, sebenarnya berapa tepatnya waktu yang dibutuhkan untuk tidur? Delapan jam adalah minimal, beberapa pakar bahkan menyarankan sembilan hingga sepuluh jam. Tapi tuntutan ini ternyata sangat sukar dipenuhi. Berbagai alasan, mulai sibuk bekerja hingga sekedar tak mau melewatkan acara larut malam di televisi menjadi penyebabnya. Untuk bangun pada jam enam pagi, Anda harus sudah di tempat tidur pada pukul sepuluh malam. Berarti harus melewatkan aksi Pamela Anderson di serial VIP, sanggupkah Anda melakukan hal itu?
Remaja sering memenuhi kekurangan waktu tidur ini dengan tidur seharian pada akhir pekan, semacam bayar utang. Tetapi semakin dewasa manusia, tidur menjadi semakin ringan dan mudah terganggu, tidur seharian hampir tak mungkin dilakukan tanpa akibat sakit kepala.
Setelah sadar akan pentingnya jumlah tidur, memaksakan diri untuk tidur lebih banyak ternyata telanjur tak mudah. Penyebabnya adalah tubuh yang telah terbiasa dengan jam tidur -walaupun kurang- itu. Dilema ini tidak bisa diatasi hanya dengan sekedar menelan sejumlah pil tidur. Masalahnya, pil tidur hanya menghasilkan tidur ringan tanpa mimpi, bukan jenis tidur yang 'bermutu'. Jadi, jalan satu-satunya adalah membiasakan tubuh kembali pada jadwal tidur yang tepat.
Ini bisa dimulai dengan membuat jam tidur yang teratur dan berusaha menepatinya. Beberapa hari pertama mungkin sulit dilakukan, tapi jangan menyerah. Berbagai teknik relaksasi bisa Anda lakukan untuk membantu tidur, misalnya minum secangkir teh chamomile hangat atau segelas susu hangat, melakukan meditasi atau yoga, mandi air hangat atau berolahraga ringan
sebelum tidur.
Tidur yang bermutu juga sangat ditunjang oleh keadaan kamar tidur serta ranjang Anda. Pastikan bahwa cukup tersedia udara di kamar tidur. Sebaiknya hawa kamar tidur terjaga agar cukup sejuk, tetapi tidak terlalu dingin, hangat, apalagi panas. Jangan meremehkan kenyamanan tempat tidur Anda, ingatlah bahwa Anda akan menghabiskan kira-kira 100 hari dalam setahun di tempat tidur. Ranjang yang kokoh, kasur yang tidak terlalu empuk atau terlalu keras, sprei yang bersih dan terbuat dari bahan yang menyerap keringat. Saat bangun di pagi hari, mungkin Anda tak akan ingat bila tidur Anda terganggu, tetapi akibatnya akan sama saja dengan bila Anda tak tidur.
Keadaan gelap sangat membantu mudahnya Anda tertidur. Rata-rata manusia tertidur 15 menit setelah lampu dimatikan. Tetapi sedikit musik tenang boleh juga menjadi pilihan pengantar tidur. Jangan salah pilih musik, walaupun Bonnie and Clyde-nya Eminem memiliki irama yang cukup tenang, apalagi ditambah suara bayi yang lucu, tetapi liriknya bisa dipastikan
akan mengganggu tidur Anda, apalagi setelah bunyi ceburan di air itu. Karena itu -tak bisa disangkal lagi- musik klasik tetap menjadi pilihan utama, selain iramanya yang menenangkan, juga tak ada suara penyanyi yang bisa menarik perhatian.
Saya tahu Anda tak mudah percaya kata-kata saya. Tapi coba buktikan dengan tidur satu jam lebih awal setiap hari selama seminggu, dan rasakan peningkatan kemampuan Anda. Bila ternyata tak terjadi apa-apa, baiklah, lupakan saja bahwa Anda pernah membaca tulisan ini. Percayalah, ini sama sekali bukan alasan untuk membenarkan hobi tidur saya sendiri. Einstein
saja tidur 11 jam setiap hari, dan lihat apa hasilnya: e=mc2. Can you beat that?
Boks:
Tidur: Ini Soal Fakta
- Rata-rata manusia menghabiskan sepertiga hidupnya untuk tidur. Mulailah menganggap tidur sebagai bagian penting dari kehidupan Anda.
- Kalori yang terbakar pada saat Anda tidur lebih banyak dibandingkan saat menonton televisi.
- Lima tahapan tidur adalah 1) tidur 'ayam' 2) tidur ringan 3) peralihan dari tidur ringan ke tidur nyenyak 4) tidur nyenyak 5) REM (Rapid Eye Movement), tidur dengan mimpi
- Tahapan REM memperbaiki kondisi mental, sedangkan non-REM memperbaiki kondisi tubuh.
- Anak berumur empat tahun rata-rata bermimpi 3-4 jam, yang semakin berkurang seiring bertambahnya usia hingga menjadi 100-120 menit setiap malamnya.
- Semua orang bermimpi pada saat tidur, ada yang bisa mengingat mimpinya, ada yang tidak.
- Mendengkur saat tidur sama sekali bukan tanda tidur nyenyak. Ini menandakan adanya gangguan pada saluran pernapasan, dan bahkan menandakan tidur yang kurang 'bermutu.
- Bila tubuh terasa letih saat bangun pagi, ini menandakan kualitas tidur yang tidak baik. Mungkin ada sesuatu yang membuat tidur Anda tak nyaman.
- Kopi, rokok, dan alkohol dapat menimbulkan gangguan tidur dan menyebabkan Anda mudah terbangun.
- Rasa aman sangatlah penting sebagai jaminan tidur bermutu. Rasa kurang aman di rumah sendiri akan memaksa Anda untuk tidur dengan 'satu mata terbuka, dus bukan tidur yang nyenyak.
June 20, 2001
[a+ magazine] How Do I Look?
Acara saya malam itu adalah menonton Miss Universe 2001 di televisi bersama dua orang teman. Begitulah, sederetan wanita cantik memperkenalkan diri satu-persatu, sedangkan saya dan teman-teman memberikan komentar seperti 'Nah, yang itu cantik!' dan 'Ah, lewat, lewat...' atau 'Yaah... boleh, boleh.' Lalu sang pembawa acara, Naomi Campbel, mengajukan pertanyaan 'What is the biggest misconception about beauty?' Sambil tersenyum standar ratu kecantikan,
Miss Venezuela menjawab, 'Seringkali kecantikan itu hanya dinilai dari luarnya saja, padahal cantik yang sebenarnya berasal dari dalam hati, inner beauty.'
Saya jadi ingin tertawa. Ha, ha, ha. Bayangkan saja, yang bertanya adalah supermodel (pekerjaan dengan kategori fisik tertentu), yang menjawab Miss Venezuela (terpilih karena kategori fisik tertentu), konteksnya Miss Universe 2001 (kriterianya adalah kategori fisik tertentu), dan kesimpulan akhirnya adalah inner beauty lebih berarti daripada outer beauty! Bukan, bukan pernyataan itu yang saya tertawakan, tetapi keseluruhan peristiwa itu, yang tak ubahnya sandiwara di mana semua orang bersandiwara dan tahu bahwa orang lain juga bersandiwara.
Inner beauty itu apa? Seorang rekan kerja saya yang tercinta pernah mendiskusikan inner beauty secara berapi-api. Kalau saya tak salah tangkap, buat dia, inner beauty adalah bohong belaka. Seseorang hanya bisa disebut cantik kalau secara fisik dia tampak menarik. Biarpun hatinya baik, tapi kalau secara fisik tak menarik, ya berarti tidak cantik. Setuju! Lho, bukannya arogan atau apa, kita kan bicara soal cantik, bukan hati yang baik. Cantik ya cantik, baik ya baik.
Kedua hal itu sama sekali berbeda. Jadi inner beauty itu sebenarnya hanyalah pengungkapan eufemisme untuk membesarkan hati mereka yang secara fisik tidak cantik tetapi tetap ingin disebut cantik juga.
Rupanya di sinilah letak inti permasalahan kita, keinginan untuk disebut cantik sesuai konsep yang diterima saat ini. Hal ini semakin sulit dipenuhi karena konsep kecantikan yang disebar-luaskan melalui media massa nampaknya semakin tidak membumi. Sosok cantik dan tampan berserakan di halaman majalah, televisi, billboard, dan iklan. Ke mana pun mata memandang, nampaklah sosok yang sebegitu indah fisiknya itu. Padahal -tentu saja- mereka bukan orang
yang biasa ditemui di jalanan. Mereka sudah dipilih dari sekian banyak calon model yang semuanya indah secara fisik. Mereka berolahraga secara teratur, penampilan akhir mereka adalah rekaan penata rias dan rambut profesional. Hasil akhirnya masih bisa di-retouch dengan kecanggihan komputer.
Tetapi di layar kaca atau halaman majalah, mereka muncul sebagai ibu rumah tangga biasa atau karyawan biasa, sehingga menimbulkan perasaan bahwa mereka sama saja seperti orang biasa. Dan semua itu membuat seseorang bisa menganggap mereka sebagai saingan tak ubahnya tetangga sendiri. Konsep kecantikan rekaan seperti ini sebenarnya hanyalah taktik bisnis paling
berhasil dalam sejarah perindustrian.
Untuk nampak lebih cantik dan menarik, kita dianjurkan untuk menggunakan conditioner tertentu atau menggunakan merek make-up tertentu. Dengan lihainya, produsen memanfaatkan keinginan dasar manusia untuk dibutuhkan dan menawarkan solusinya. Kaum feminis menyalahkan pria dan masyarakat yang patriarkal atas hal ini. Kaum sosialis menyalahkan kapitalisme dan industri periklanan. Apa sebenarnya yang terjadi? Mengapa pria dan wanita saat ini menjadi lebih terobsesi pada keinginan untuk tampil menarik? Mengapa
mereka percaya bahwa dengan menjadi cantik dan menjadi menarik adalah jawaban semua masalah?
Karena hal itu memang benar, paling tidak pada jaman dahulu kala. Ketika manusia masih hidup di jaman batu, kulit yang nampak bersinar, rambut mengkilat, dan tubuh indah merupakan penanda bahwa pemiliknya sehat, dan ini berarti kemampuannya bertahan hidup lebih besar. Pada masa itu, semakin besar kemampuan bertahan hidup seseorang, semakin besar eluangnya mendapatkan pasangan. Kebutuhan dasar manusia -dan semua makhluk hidup lainnya- adalah bereproduksi, dan saat itu semua manusia dengan jujur mengakui memiliki kebutuhan itu. Manusia modern mungkin dengan pintarnya sudah membuat berbagai excuse untuk mengingkari hal itu.
Inilah alasan utama -atau awal- wanita untuk tampak cantik, dan pria untuk tampak kuat dan tampan. Kecemasan berlebihan untuk tampak menarik sebenarnya berakar pada keinginan untuk melanjutkan keturunan. Bila tak menarik, berarti tak dibutuhkan. Bila tak dibutuhkan, berarti tak punya pasangan untuk bereproduksi. Reproduksi. As simple as that.
Jadi sebenarnya, penampilan fisik hanyalah sebuah tolok ukur untuk menilai besarnya kemampuan bertahan hidup seseorang. Lalu datanglah peradaban. Kemajuan teknologi membuat kemampuan bertahan hidup semua orang meningkat, yang tidak sehat bisa disehatkan oleh kemajuan ilmu kesehatan. Dan kecantikan jadi kehilangan alasan, sedangkan kebiasaan manusia untuk ingin tampil cantik masih tetap ada.
Dulu manusia mencari pembanding dengan melihat sekelilingnya. Batasan biasa-biasa mudah ditemui dengan melihat para penghuni lain dalam habitat hidupnya. Tetapi sekarang, batasan biasa-biasa ini sulit sekali dicari, terutama setelah melihat televisi atau majalah yang mengetengahkan orang-orang biasa yang sebenarnya tidak biasa itu.
Di film, Alicia Silverstone adalah murid SMU biasa, George Clooney adalah dokter di rumah sakit umum, dan Bella Saphira adalah seorang ibu dengan anak remaja. Tidak heran, banyak orang yang sebenarnya tak punya masalah dengan fisiknya, mengaku-aku jelek dan tidak menarik, lalu mulai mencari jalan untuk memperbaiki fisik. Bedah plastik lalu menjadi pilihan.
Padahal sebenarnya bedah plastik dikembangkan untuk membantu mereka yang benar-benar memiliki kekurangan -bahkan kelainan- fisik. Bila usia sudah empatpuluhan, maka Anda melakukan facelift untuk menarik keriput di muka. Pernahkah terpikir bahwa keriput yang seperti itu memang sudah sewajarnya ada di usia empatpuluhan?
Yang paling hebat adalah breast implant. Menurut saya, ini adalah jenis bedah plastik yang sama sekali tidak ada gunanya, kecuali bagi mereka yang menjalani pengangkatan payudara. Tetapi ternyata breast implant termasuk jenis bedah plastik yang paling banyak dibicarakan, diangkat sebagai polemik, dan tiap beberapa waktu, muncullah komentar ahli yang membahas jenis implan baru dan menjelaskan bahayanya implan lama (yang tentunya sudah terpasang di dada ribuan wanita).
Tak kalah populernya adalah rhinoplasty atau pembentukan hidung. Anda pasti sudah sering melihat buktinya berupa hidung Eropa yang mancung di wajah para wanita Indonesia yang bulat. Pembentukan hidung termasuk bedah plastik yang hasilnya nampak jelas, jadi saya kadang-kadang heran bila ada wanita yang menampik keras dugaan bahwa hidungnya hasil bedah plastik sambil menambahkan bahwa hidungnya yang nampak berubah itu hanya karena ia berganti penata rias. Ini dualisme yang hampir selalu muncul, mau menjalani bedah plastik, tetapi nampaknya malu untuk mengakuinya. Mungkin takut dianggap terlahir kurang menarik?
Tetapi yang paling menyedihkan, adalah bila mereka yang tak berkantong cukup tebal juga memaksakan diri untuk mengikuti kemajuan teknologi ini. Tidak ada bedah plastik yang murah, bila ada, lebih baik tidak dipercaya. Saya tidak akan menceritakan mengenai betapa buruknya hasil bedah plastik sembarangan ini, contohnya sudah cukup banyak. Sayangnya, -mungkin- belum cukup banyak.
Bila dipikir lagi, kalau cuma karena keinginan bereproduksi, kok dagu Anda sampai harus disuntik silikon agar nampak lebih panjang? Percaya sajalah bahwa Anda ini menarik, kalau pun tidak cantik atau tampan, yang penting tubuh Anda sehat, dan paling tidak hati Anda baik. Kalau jaman dulu manusia hanya dinilai dari kemampuannya bereproduksi, mungkin jaman sekarang inner beauty bisa dipertimbangkan, bukan?
So, honey, how do I look? (Say beautiful or else)
June 18, 2001
[a+ magazine] It's A Louis Vuitton Party
"Kamu menginap di mana?"
"Ritz-Carlton Hotel," jawab saya.
"Wah, mana cukuplah uang kamu!" sergah sang petugas imigrasi KLIA (Kuala Lumpur International Airport) yang bertubuh tinggi besar dan berkumis melintang itu.
Oooh... rupanya inilah duduk permasalahannya hingga mereka menyuruh saya pergi ke kantor imigrasi dan melakukan perbincangan di atas dengan petugas imigrasi setelah disuruh menunggu hampir satu jam lamanya tanpa alasan yang jelas. Pada awalnya adalah petugas
imigrasi di counter yang -entah karena keisengan apa- menanyakan tentang berapa uang tunai yang saya bawa. Sebagai seseorang yang jujur, tentu saja saya jawab dengan jujur.
Menghadapi sergahannya, dengan gesitnya saya segera membuka tas untuk mengeluarkan undangan dari Louis Vuitton sekaligus mengeluarkan kartu-kartu kredit dan debet dari dalam dompet.
"Saya wartawan, datang ke sini atas undangan dari Louis Vuitton, ini undangannya. Selain itu saya juga memiliki sejumlah kartu kredit serta kartu debet yang diterbitkan oleh bank terkemuka dan berlaku secara internasional (hua ha ha...)."
Sambil menghirup udara kebebasan -mungkin hampir seperti inilah perasaan napi pada hari pertama kebebasan, oh maaf, berlebihan ya?- saya melangkah keluar. Kemunculan saya disambut dengan gerakan melambai yang bersemangat oleh Vissia Milana dari majalah Female Indonesia, disusul oleh Cicilia King dari Louis Vuitton dan Nanda dari majalah Dewi. Seperti biasa, dengan lagak marah-marah, saya menceritakan kejadian tersebut kepada rekan-rekan yang sudah kebingungan itu. Ridiculous. Tidak mungkin dong saya berkunjung ke luar negri hanya membawa sejumlah tunai tanpa jaminan apa pun.
Akhirnya sampai juga saya di Malaysia. Negara yang sudah lama ingin saya kunjungi, justru karena begitu miripnya dengan negri sendiri. Insiden di atas justru semakin mempererat hubungan kemiripan tersebut. Menunggu dipanggil saat di kantor imigrasi tersebut hampir sama rasanya seperti menunggu dipanggil di kantor kelurahan waktu membuat KTP, saya jadi tidak sempat merasa homesick.
Di pintu bandara, kami berpisah dengan Cicilia yang menginap terpisah di Hotel Regent. Setelah memastikan janji-janji untuk bertemu nanti sore, maka berangkatlah saya, Vissia, dan Nanda ke Ritz-Carlton Hotel. Perjalanan dari bandara ke hotel ternyata memakan waktu lebih lama dari penerbangan Jakarta-Kuala Lumpur. Saya terlelap sesaat, diiringi lagu Sephia dari Sheila on 7 (berjayalah Yogyakarta).
Anyway, kedatangan saya adalah untuk menghadiri pembukaan Louis Vuitton Starhill New-Concept Store di Starhill Shopping Centre yang disusul dengan pesta di Bukit Bintang Girls' School. A Louis Vuitton party? Berdasarkan beberapa pengalaman sebelumnya, saya yakin bahwa pesta ini akan berlangsung seru. I knew these LV people.
Malam pertama di Kuala lumpur diisi dengan dinner di sebuah restoran Thailand, Rama V, bersama para jurnalis lain dari Singapura. Tigabelas orang duduk lesehan di seputar meja persegi, makanan lezat, dan entah kenapa hanya memiliki tiga subyek pembicaraan yang diulang-ulang: bedah plastik, go-go boys, dan cerita hantu. Subyek yang terakhir ini ditentang keras oleh Cicilia King dengan menyumbat telinga rapat-rapat sepanjang pembicaraan bertema hantu.
Esoknya, setelah makan siang di Sentidos Tapas, restoran Mexico tak jauh dari butik, kami menghadiri press conference di Louis Vuitton Store di Starhill. Menapakkan kaki di parquette floor butik berlantai dua itu, saya jadi agak-agak iri. Bukan karena ingin rumah seperti itu, tapi karena di Indonesia -Plaza Senayan-, butik Louis Vuitton hanya satu lantai dan tidak menyediakan koleksi busana rancangan Marc Jacobs seperti di Kuala Lumpur. Butik ini merupakan yang ke-delapan di Asia Pasifik, setelah tiga di Hong Kong, dan masing-masing di Taiwan, Sidney, Singapura, dan Korea. Please, please let Jakarta be the next... hey, I need to shoot some fashion pages.
Tiga pasang model muncul membawakan koleksi ready-to-wear, sepatu, dan aksesori. Pasang mata baik-baik pada grafitti line-nya, the hottest items in town. Menurut Mr. Hugues Witvoet, President dari LVMH Fashion Group Asia Pasifik, ini merupakan gebrakan cerdas Marc Jacobs atas keklasikan Louis Vuitton untuk menarik pelanggan baru dari golongan usia lebih muda sekaligus mempertahankan pelanggan lama.
Malam akhirnya menjelang. Time to party. Sebelumnya, makan malam dulu di restoran Pickled Ginger. Saya bertemu lagi dengan ibu Inka Utan, General Manager Louis Vuitton Indonesia, yang baru tiba sore itu dari Jakarta. Pertemuan sebelumnya terjadi sewaktu saya masih bekerja untuk majalah Dewi.
Dinner ended abruptly. Karena sudah jam sembilan, kami melewatkan dessert dan segera melangkahkan kaki cepat-cepat ke Louis Vuitton Store. Starhill Shopping Centre sudah penuh manusia. Di lantai bawah, ada makhluk besar berbentuk kupu-kupu dengan Monogram logo di sayapnya (sebenarnya the Butterfly Man dari Australia ini adalah manusia yang berdiri di atas
egrang sambil membentangkan sayap kain yang besar sekali). Kami menukarkan undangan dengan gelang Louis Vuitton yang harus dikenakan sebagai tanda undangan.
Tiba-tiba terjadi desakan massa, rupanya seorang selebriti baru saja datang dan para wartawan foto menyeruak ke depan bersamaan. Tanpa bisa melihat wajahnya, saya diberi tahu bahwa yang baru tiba adalah Tony Leung, aktor Hong Kong terkenal. Saya mulai kehabisan nafas, dan memilih untuk bersandar ke dinding. Sheila Madjid melintas cepat di depan mata, bersama make-up artist-nya dan beberapa orang lagi. Rambutnya bermodel bob sekarang. Lalu pemandangan saya tertutup oleh serombongan pria berbusana ketat dan transparan.
That's it. I'm leaving. Kami berempat -kembali ke formasi awal di bandara- memutuskan untuk pergi ke tempat pesta daripada berdesakan tanpa berbuat dan melihat apa-apa. Tempat yang digunakan untuk pesta berada di seberang Starhill, yaitu sebuah sekolah yang baru saja ditutup karena dipindahkan. Picture this: rombongan manusia dalam dandanan pesta, menyeberang jalan pada jam sepuluh malam dari sebuah pusat perbelanjaan ke sebuah sekolah, dibantu oleh petugas lalu-lintas yang memegang stopper dengan stop sign di satu sisi dan Monogram logo di baliknya, serta tiga ekor anjing German Shepherd. It's surreal.
Bukit Bintang Girls' School benar-benar berbentuk sekolah tempo dulu dengan kelas-kelasnya. Ruangan pertama yang saya masuki berdinding gelap, dengan lampu ultraviolet di sana-sini. Tiga buah kotak acrylic raksasa berisikan para model Louis Vuitton, sedangkan di bagian tengah ruangan, seorang contortionist dari New York beraksi meliuk-liukkan tubuh secara tidak masuk akal di atas panggung. Monogram logo tercetak samar di tubuh dan kepalanya yang tak berambut. Gelas-gelas champagne dan wine tak berhenti ditawarkan.
Kegerahan, saya keluar dari ruang gelap itu dan berjalan di lorong sekolahan yang ditutupi kain
berwarna oranye. Lorong itu penuh dengan para tamu yang sedang makan Chinese food dalam kotak karton dengan sumpit. Detik berikutnya, saya sudah berada di sebuah ruangan dengan cermin menutupi dinding. Di dalamnya ada sofa-sofa, dan orang-orang yang duduk sambil makan, ngobrol, atau bengong sama sekali, serta musik berdentam-dentam. Cahaya yang cuma sedikit membuat saya tak bisa mengira-ngira seluas apa ruangan itu, dan apakah manusia di dalamnya memang sebanyak kesan yang saya tangkap atau hanya pantulan yang dipantulkan lagi oleh dinding cermin.
Kembali ke dark blue room, seorang penyanyi wanita berkulit hitam naik ke atas panggung dan menyuarakan lagu-lagu jazz. Setelah nyanyian dengan suara bertenaga itu, musik kembali diambil alih oleh DJ dengan dance music. Para tamu kembali berdansa dengan bersemangat, tak peduli pada panasnya ruangan. Champagne kembali beredar, tak kurang dari 1000 botol
Moet & Chandon dibuka malam itu.
Lewat tengah malam, kami memutuskan untuk keluar ruangan. Saya menghirup udara segar di halaman sekolah, lalu makan dua mangkuk kecil sorbet yang diedarkan untuk mendinginkan suasana pesta. Beberapa buah corong di atap sekolah menghembuskan uap air setiap beberapa puluh detik. Saya, Vissia, dan Nanda berjalan kaki ke hotel, pesta masih berlangsung meriah
di belakang kami, dan di sepanjang jalan ada beberapa orang yang sedang tidur atau bengong kebanyakan minum. Karena esoknya harus pulang dengan penerbangan pagi, kami tak bisa terus tinggal untuk pesta yang kabarnya baru usai pukul setengah lima pagi itu.
These Louis Vuitton people. They really know how to party.
May 18, 2001
[a+ magazine] Am I A Social Climber or A Follower?
Apakah arti teman buat Anda? A friend in need is a friend indeed. Yeah, yeah, yeah... kita sudah sering mendengar hal itu. Tapi, sebenarnya apa maksud pernyataan itu, kalau memang pernyataan itu benar?
Apakah berarti teman-teman Anda adalah mereka yang mampu memenuhi kebutuhan Anda saat ini? Lalu, bagaimana bila mereka tidak lagi Anda butuhkan, bukankah berarti tugas mereka sebagai teman telah tuntas, dan Anda siap mencari teman baru yang bisa memenuhi kebutuhan Anda? Bisa jadi demikian.
Kalau begitu, berarti jenis kebutuhan menentukan jenis teman yang Anda miliki. Mungkin bukan hanya jenisnya, tapi juga menentukan lamanya hubungan pertemanan Anda. Apa kebutuhan Anda? Apa yang menurut Anda merupakan suatu kebutuhan?
Seorang kenalan saya, sesama anggota Plaza Senayan Society, menceritakan sebuah kejadian yang disaksikannya suatu sore di mal besar itu. Sepasang artis pria dan wanita, cukup kondang, dan mempunyai hubungan khusus -semua orang tahu itu- sedang berbelanja di sebuah butik. Saking banyaknya belanjaan, mereka merasa perlu menyertakan seorang pria kurus yang nampak sangat gembira membawakan segala barang belanjaan itu. Walau cuma membawakan,
tanpa dibelikan apa pun, toh sang pria kurus nampak sangat bahagia menerima tugas tersebut. "Itu sih bukan teman, tapi memperbudak," mungkin Anda berpikir demikian.
Mari kita telusuri kebenaran pemikiran ini. Sang pria kurus merasa senang melakukan hal tersebut, mungkin karena kebutuhannya untuk diakui sebagai golongan artis dianggapnya terpenuhi. Pasangan artis itu pun merasa senang, karena kebutuhannya untuk diakui sebagai manusia berkuasa yang memiliki pengikut, nampaknya juga terpenuhi. So everyone's happy, and you're the only one complaining.
Kalau benar 'a friend in need is a friend indeed', maka mereka adalah teman-teman sejati yang saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Tuluskah hubungan pertemanan mereka? Justru lebih tulus daripada dugaan Anda. Menyedihkan? Tergantung bagaimana Anda melihatnya.
Bagaimana cara Anda mendapatkan teman menunjukkan kebutuhan Anda. Saya pernah mengenal seseorang yang setiap hari sibuk 'gaul' dan berteman demi memperluas networking-nya. C'mon, you're calling someone you've just met last night in some product launching party and say 'hello and let's get together sometime' tanpa pretensi apapun. That's not real. Jangan dikira bahwa ini semata-mata adalah usaha memperluas jaringan relasi untuk kelancaran kerja, alasan sebenarnya mungkin adalah keinginan untuk menguatkan status sebagai 'anggota' suatu kelompok sosial tertentu. Ironisnya, saat si social climber ini mulai mencoba berteman dengan saya, ini merupakan pengakuan tak langsung bahwa saya pun termasuk dalam suatu kelompok tertentu, suatu golongan 'elite' yang diidamkan. Atas pengakuan ini, saya boleh senang atau biasa saja, tergantung kebutuhan dasar saya pada awalnya.
Siapakah 'Anda'? Identitas diri memang sesuatu yang dirindukan dan diributkan setiap manusia. Coba saja berjalan-jalan ke -lagi-lagi- Plaza Senayan, dan temukan berbagai kelompok identitas di sana. Sekelompok wanita berusia tigapuluhan, dengan busana cukup seronok bernuansa cerah, rambut panjang yang menggulung di bagian bawah -pasti di-highlight-, duduk dalam cafe, pasti merokok, shopping bag terserak. Inilah kelompok ibu rumah tangga berkecukupan yang punya banyak waktu luang untuk dihamburkan. Baiklah, ini pandangan yang cukup sinis, tapi pasti ini yang terlintas dalam pikiran saat melihat kelompok tersebut. They all look alike. They need to look alike.
Sekelompok remaja, 13-15 tahun. Celana ketat, jaket sport dan T-shirt ketat warna-warni atau bermotif komik, sepatu olahraga terbaru yang didisain memisahkan jempol. Rambut gondrong di depan, pendek di belakang, yang wanita memakai jepit rambut di kiri dan kanan. Berjalan berombongan di sekitar bioskop atau toko kaset, tangan di saku atau memegang ponsel kecil warna-warni. 'Ah, kelompok brondong,' terlintas di pikiran. They all look alike. They need to look alike. Spooky.
Mengapa mereka butuh untuk nampak sama? Karena itulah persyaratan paling primitif untuk diterima menjadi anggota suatu kelompok. Itulah sebabnya mengapa bayi simpanse yang lahir albino ditinggalkan di hutan oleh kelompoknya. Dan itulah sebabnya saat berada dalam sebuah party, sering dijumpai pemandangan serupa yang berulang-ulang seperti sudah menjadi skenario hapalan semua anggota kelompok. 'Chris! Chris! (bisa diganti nama lain) Aduh, ke mana aja sih... (cium pipi kiri dan kanan)? Tambah cakep aja..., gimana salon/kantor/kerjaan/anak? Wah, keren banget cardigan-nya, beli di mana?' Lalu, bila ada orang lain yang belum dikenal, tapi dianggap layak, maka 'Eh, udah kenal sama... (memperkenalkan). Dia ini adalah... (jabatan) dari... (perusahaan), lho!' Setelah berbasa-basi sejenak, pergi sambil berucap, 'Gue jalan dulu ya, jangan lupa telepon-telepon... (cium pipi
lagi).' Ah, bahkan kata-kata yang digunakan pun kurang-lebih sama!
Ayolah, mana orisinalitas Anda? Paling tidak, gunakan vocabulary yang berbeda.... Atau Anda takut melanggar 'aturan' yang berlaku? Takut teman-teman Anda akan terkejut dan kemudian menganggap Anda berbeda, tak lagi pantas masuk kelompok tersebut? Dan sebenarnya, inti dari semua itu adalah, Anda takut tak punya identitas, Anda takut sendirian, Anda takut kesepian. Karena itu Anda berdandan sebagaimana gaya berdandan kelompok yang ingin Anda masuki, dan berbicara sesuai gaya bicara kelompok yang ingin Anda ikuti. Apakah Anda selalu menggunakan bo atau nek, menggunakan istilah insecure dan elitis? Apakah Anda yakin bahwa Anda memang ingin membicarakan boots dengan hak bermotif tulang ikan Bottega Venetta, kosmetik keluaran Prada, kebijaksanaan Gus Dur, atau novel Supernova?
Perhatikan teman-teman Anda. Yakinkah Anda bahwa Anda memang ingin bersama mereka, ingin seperti mereka? Are you sure that you're my friend?
Pada suatu malam, saya naik taksi dari sebuah mal -tebak namanya- menuju rumah saya, jauh di Pondok Labu. Hujan deras dan rasa lelah membuat saya membiarkan sang sopir taksi yang kesepian tiba-tiba menceritakan masalah keluarganya. Istrinya yang cantik, mertua yang menganggapnya tak pantas untuk anak mereka, perjuangan mereka hingga akhirnya menikah dan beranak dua. Ketak-sanggupannya mencari pekerjaan yang menghasilkan lebih banyak uang, paksaan mertua untuk bercerai. Saya hanya memberikan komentar dan gumam singkat, sekedar menunjukkan bahwa saya mendengarkan.
"Tapi saya mencintainya, mBak!" katanya, tiba-tiba emosi sambil menoleh ke belakang. Wah, pernyataan cinta, keluar dari mulut seorang laki-laki Indonesia, sopir taksi, kepada istrinya sendiri pula, ini bukan main-main. Maka saya pun menegakkan tubuh dan mulai mencurahkan perhatian. Bagi kami berdua saat itu, tak ada masalah yang lebih besar daripada mencari cara memenangkan hati mertuanya. Dunia hanyalah seluas taksi, isi dunialah hanya kami berdua dan masalah itu. Sewaktu turun, saya membayar sambil mengucapkan 'selamat berjuang' atau semacamnya. Ia memandang saya dan berkata, "Terimakasih." Saya tahu, terimakasihnya
lebih dalam daripada sekedar rupiah di tangannya. Maka sesuai dengan azas di atas, 'a friend in need is a friend indeed', maka saya dan sopir taksi tadi telah berteman, selama kurang lebih dua jam.
Akhirnya, ada juga alasan lain untuk berteman.
April 18, 2001
[a+ magazine] Manipulating My Mind, Musically
Suatu restoran di taman sebuah hotel berbintang, kami berdua duduk di sebuah spot di tepi kolam berhiaskan air mancur kecil. Malam hari, cahaya remang lilin, jarak antar meja memudarkan suara-suara hingga tinggal serupa bisikan. Para pelayan bergerak cepat bagaikan
sosok-sosok misterius yang siap sedia menyiapkan menu demi menu. Sayup-sayup masih terdengar suara kendaraan, tetapi begitu terpendam, seolah berasal dari dunia lain. Sesaat terasa segalanya mundur ke latar belakang yang samar, dan hanya keberadaan kami berdua yang terasa. Ah, ini pasti bukan Jakarta.
Di pojok sana, serombongan pemain musik dalam setelan hitam mulai menyiapkan alat-alatnya. Kiranya musik apakah gerangan yang tepat untuk suasana seperti ini? Saya mulai menyenandungkan One Fine Day-nya Natalie Merchant yang ngelangut itu. Dan detik berikutnya saya merasa seperti disiram seember air dingin begitu mendengar Copacabana yang bersemangat, lengkap dengan perkusi dan -ini dia- goyang pinggul sang penyanyi wanita. Dan anehnya, justru ditingkahi musik meriah itu, suara kendaraan jadi terdengar lebih keras dan saya mulai bisa mendengar gosip dari meja sebelah. Dan kenyataan hidup dengan segala hiruk-pikuk dan permasalahan kembali ke permukaan. Man, this is Jakarta.
Baiklah, katakan saja saya orang yang terlalu romantis sehingga merasa malam indah itu tercemar hanya karena lagunya tidak sesuai bayangan semula. Pasalnya saya memang selalu menggunakan musik sebagai alat bantu untuk melarikan diri dari -atau melarutkan diri pada-
suatu kenyataan.
Saya berani bertaruh, pasti semua orang pernah memutar lagu cengeng sambil menitikkan air mata pelan-pelan ke atas bantal, menikmati kesedihan itu sendiri, biasanya sih akibat masalah klise macam patah hati. Salah satu pilihan saya adalah You-nya Basille Valdez, liriknya
saja sangat cengeng: 'It's your smile, your face, your lips that I'll miss, those sweet little eyes...'. Tentunya sambil membayangkan siapa pun itu yang dianggap mematahkan hati ini. Pilihan yang lebih kuno dan begitu cengengnya hingga lama-lama membuat saya tertawa adalah dari tante Titiek Puspa dengan Cinta: 'Kejam oh kejam, pedih oh pedih, cinta ooooh cinta....' Saya pernah menyanyikannya di sebuah taksi bersama seorang teman, dengan suara melengking tak
sampai dan sopir taksi berulangkali melirik lewat kaca spion untuk mengecek apakah kami mabuk atau gila. Sometimes I really need being pathetic.
Tentu saja lirik memegang peranan penting dalam lagu, terutama dalam suasana cengeng seperti itu. Tapi irama musik itu sendiri berpengaruh sangat besar pada suasana hati dan pikiran. Ketika dikejar deadline persis seperti saat sedang mengetik tulisan ini -yang tertunda karena basically, I'm a lazy person-, suara-suara digitalized seperti One More Time dari Daft Punk itu mampu menumpulkan indra-indra perasa yang lain hingga yang tinggal hanya komputer dan pikiran saya sendiri. Mungkin karena bunyi digital itu begitu tidak alaminya sampai-sampai membuat saya jauh dari keberadaan fisik saya sendiri, some kind of virtual situation, I guess. Terlalu berlebihan, Anda bilang? Ya sudah kalau nggak percaya.
Yang ini bukan karangan saya dan Anda pasti sudah pernah membaca bahwa musik klasik yang diperdengarkan kepada ibu hamil membuat bayi yang dikandungnya tumbuh lebih pesat, lebih sehat, dan lebih pintar, seperti iklan susu bayi. Bagaimana kalau sang ibu lebih memilih Stan dari Eminem featuring Dido? Mungkin sang bayi akan mengalami depresi dini karena diekspos pada musik berupa rentetan kata tak putus yang menggambarkan obsesi tak sehat. Tapi alasan utamanya adalah, irama musik klasik ternyata paling sesuai dengan denyut jantung manusia. Karena itu, pikiran menjadi lebih tenang karena jantung tidak dipaksa berdenyut berlainan dengan seharusnya. Nah, rupanya itu menjelaskan kemunculan ladang bunga tulip warna-warni dalam pikiran tiap kali saya terekspos pada Suite No. 1- Forlane dari tuan J.S. Bach.
Mungkin musik klasiknya orang Jawa adalah tembang, karena ketenangan serupa juga selalu saya dapatkan bila mendengar ibu saya menembang 'halauma linta-lintu, ora rambut ora untu, ngiyup selaning nggaru, ...' (walaupun saya sama sekali tidak tahu artinya). Entah mengapa, tembang Jawa yang selalu banyak menggunakan nada-nada minor itu membuat suasana menjadi begitu bening dan bersih, kegelisahan terangkat dan perasaan saya begitu ringan. Tak salah bila tembang ini dulu sering dinyanyikan saat Maghrib di tempat pengungsian Eyang Kakung saya untuk menenangkan hati para pengungsi perang.
Selain memunculkan ladang bunga tulip dan membuat saya melayang dalam kehampaan, rupanya musik juga bisa memanipulasi pikiran dan perasaan sehingga saya merasa sedang jatuh cinta. Bukan salah saya dong, berduaan pada suatu malam di tepi pantai, lalu dengan penuh
perasaan Stevie Wonder melantunkan 'You are the sunshine of my life, that's why I'll always be around. You are the apple of my eye, forever you'll stay in my heart' dengan ketukan perkusi sangat nikmat hingga mata saya jadi berbinar-binar penuh cinta (padahal bukan). Well, thank you very much, Mr. Wonder.
Bila lagu-lagu romantis itu mendorong timbulnya perasaan cinta -sungguhan maupun bohongan-, musik bising justru lebih menimbulkan gairah seks. Yang bener? Rupa-rupanya bunyi yang berdentum-dentum itu mengacaukan irama jantung hingga aliran darah ke otak terganggu dan menimbulkan rasa gelisah. Lagipula suara musik yang begitu kerasnya itu tak memberi kesempatan pada akal sehat untuk berbicara. Bisakah Anda mendengar pikiran sendiri pada suatu Jumat malam di Retro? Sebuah riset menunjukkan bahwa lebih banyak pasangan yang melakukan hubungan seks usai menonton konser musik keras daripada resital piano Ananda Soekarlan, misalnya. Penonton resital piano mungkin lebih memilih untuk tidur dengan perasaan tenang, nikmat, dan damai, sedangkan pikiran gelisah para penonton musik keras masih mencari-cari penyaluran.... Mungkin Anda bisa memanfaatkan pengetahuan ini bila sewaktu-waktu diperlukan.
Beruntunglah saya karena memiliki berbagai pilihan musik untuk merangsang pikiran kreatif, mengiringi kecengengan, menimbulkan harapan, maupun meredakan kemarahan. Saya pikir lebih baik saya tidak menyatakan diri sebagai penggemar satu jenis musik saja agar tidak kehilangan berbagai perasaan berbeda itu. Biarlah saya jadi orang yang plin-plan dan bisa berubah mood dalam sekejap hanya karena mendengar musik tertentu, paling tidak itulah salah satu cara mengontrol pikiran ke arah yang saya inginkan. Dan karena saat ini saya sedang ingin menggoyangkan kaki sambil membayangkan suasana retro akhir 70-an (oh betapa spesifiknya), maka saya putarlah sebuah disko klasik tahun 1976 dari Osibisa, Dance The Body Music. 'Hear the music play, feel your body sway, hear the DJ say, oh, what a big smash, big smash... dance the body music....'
Trivia answer: Salah besar bila Anda mengira jawabannya adalah grunge music. Sebenarnya ini adalah penggambaran musik baroque -seperti karya Vivaldi atau Handel- dalam Dictionary of Music yang ditulis oleh Rousseau pada tahun 1768.
March 18, 2001
[a+ magazine] Don't Hate Me Because I'm Thin
Benar. Itu jawaban saya selama ini. Hingga suatu kali saya pergi makan siang bersama seorang rekan dan tercengang melihat ia rela menyantap sepiring salad belaka sebagai makan siang dengan alasan ingin menurunkan berat badan. Sementara itu, saya menyantap hot dog ukuran jumbo dengan santai saja. Dan tiba-tiba saya tersadar, mungkin saya beruntung karena selama
ini tak pernah tahu bagaimana rasanya kelebihan berat badan -walau sekilo jua.
Kemudian rekan saya itu bertanya -sesuatu yang tak pernah bisa saya jawab-, "Bagaimana sih caranya agar tetap kurus?" Anda tak mungkin menanyakan rahasia bertubuh kurus pada orang yang tidak tahu bagaimana rasanya tidak kurus. Saya tidak tahu apa rahasianya. Saya penggemar cokelat, hot dog, kopi instan, dan teh botol. Saya jarang makan sayur dan buah-buahan. Satu-satunya makanan sehat yang saya gemari adalah sushi. Sekali lagi, saya tidak tahu.
Jadi saya juga tidak tahu bagaimana beratnya perjuangan para wanita yang ingin menurunkan berat tubuh hingga ke batas ideal. Karena itu, mudah saja bagi saya untuk setuju bila ada yang mengatakan 'tak perlu bertubuh langsing untuk menjadi bahagia'. Dengan ringannya saya menyatakan slogan itu kepadanya, maksudnya untuk meringankan perasaan karena saya tak
bisa memberikan resep ampuh bertubuh kurus. Anda tahu apa jawabannya? "Memangnya salah kalau gue senang karena timbangan turun dua kilo? Badan ini, badan gue sendiri kan?" Uhuk, rasanya ulu hati saya ditonjok mendengar jawaban itu.
Sekarang memang tak jarang terdengar slogan-slogan yang menganjurkan wanita berhenti memikirkan soal penampilan. Para feminis - yang ketinggalan jaman - menyalahkan masyarakat yang membuat wanita lebih mementingkan kecantikan ketimbang otak. Menurut
mereka, kecantikan adalah sebuah mitos yang dibuat-buat, sebuah plot ciptaan masyarakat patriarkal untuk mengontrol wanita secara moral dan seksual. Lebih jauh lagi, plot ini bahkan menjadikan wanita sebagai obyek penarik keuntungan materi lewat dunia kosmetik, mode, dan makanan diet.
Saya jadi curiga, jangan-jangan pernyataan-pernyataan ini dibuat oleh mereka yang merasa tak mampu mencapai standar kecantikan yang mereka inginkan sendiri. Mengapa seakan-akan keinginan akan tubuh ideal menjadi suatu dosa? Memang benar -tentu saja- bahwa budaya
dan era berbeda memang mempunyai standar tubuh ideal yang berbeda pula. Memang benar bahwa anorexia dan bulimia adalah dampak sebuah obsesi yang berlebihan akan tubuh ideal. Tapi memang benar juga bahwa tubuh ideal itu adalah sebuah kenyataan, bahkan sebuah anugerah Tuhan yang akan tetap ada untuk selamanya. Karena itu, keindahan tubuh ideal seharusnya dihargai, bukannya dipaksakan untuk dianggap tak berharga.
Sejenak kita berpaling pada sejarah manusia sendiri. Bila pria bersaing satu sama lain melalui otot dan keberanian, wanita bersaing melalui tanda-tanda kesuburan yang sehat seperti kulit berbinar, rambut berkilau, bentuk tubuh yang melekuk sempurna. Hal ini terus berlangsung hingga kini, dan tak bisa disangkal lagi bahwa semua ini adalah tanda-tanda kecantikan umum yang diidamkan wanita tanpa peduli asal budaya maupun jamannya.
Rekan saya tadi sangat setuju mengenai hal ini, ia tak akan sudi tampil di depan umum dengan rambut acak-acakan dan lemak di seputaran perutnya. Selain tak percaya diri, ia juga merasa harus menghargai orang-orang di sekelilingnya. Anda tak bisa menyangkal kenyataan bahwa mata kita terasa lebih nyaman saat menatap wanita berpenampilan cantik dan rapi daripada
penampilan asal dan tubuh tak terawat.
Jadi, seharusnya keinginan akan tubuh ideal dipandang sebagai sebuah dorongan biologis yang normal, bukannya keinginan semu pemuas masyarakat patriarkal. Ini adalah sebuah dilema khas wanita, mereka bisa saja mengacuhkan segala kebiasaan feminin, seperti mengenakan make-up dan memperhatikan berat badan, dus mengorbankan penampilan demi mengikuti sebuah ideal yang entah benar entah salah. Atau tetap memperhatikan bentuk tubuh dan penampilan, lalu dicerca sebagai korban idealisme buatan kaum chauvinist. Kedua pilihan itu sama-sama memiliki akibat yang tak menyenangkan.
Kalau begitu, mengapa harus peduli? Kalau memang sudah yakin, tak perlu lagi mempedulikan pendapat yang berlawanan. Di jaman reformasi yang penuh kebebasan ini (lagi-lagi pernyataan klise!), seorang wanita boleh saja tetap berjuang mencapai berat badan ideal dan sekaligus merasa bahagia dalam perjuangannya. Boleh saja bila ia ingin mengenakan bustier ketat, sepatu hak tinggi, atau sekalian melakukan operasi plastik dan menganggap itu semua adalah kebebasannya sendiri dalam menentukan pilihan hidup, sama bebasnya dengan mereka yang mengaku tidak peduli soal penampilan.
Bila dipikir lebih lanjut, segala hal yang dipromosikan untuk mencapai tubuh ideal -olahraga dan
makanan bergizi- sebenarnya menjamin tubuh yang sehat juga. Bukan kebetulan bila seorang wanita yang memperhatikan penampilannya cenderung merasa sehat fisik maupun mental. (Sampai di sini, berarti selama ini saya telah menjalani pola hidup tak sehat dan tak menyadarinya karena tak merasakan akibat berupa kelebihan berat badan. Nah, jadi saya beruntung atau tidak beruntung?)
Mungkin sebaiknya kita tidak usah memusingkan soal keinginan bertubuh langsing, itu kan pilihan bebas setiap individu. Yang lebih penting adalah kemampuan untuk mengakui bahwa tubuh ideal adalah suatu kenyataan, bukan idealisme yang dibuat-buat. Kita harus mampu bersebelahan dengan seorang wanita bertubuh ideal tanpa merasakan menciutnya rasa percaya
diri, lalu menutupinya dengan pura-pura kasihan karena menganggapnya sebagai seorang korban.
Benar juga bila dikatakan bahwa kita tak perlu bertubuh langsing untuk merasa bahagia. Tapi tak ada yang bisa menyalahkan Anda bila merasa bahagia karena bertubuh langsing.