November 18, 2003

[a+ magazine] Everything is Back

Sejarah saja berulang, apalagi mode.

Waktu saya kecil, ada sebuah peti besar berwarna biru di gudang rumah saya di Surabaya. Di situlah, ibu saya menyimpan berbagai perangkat masa lalunya untuk dibuka sewaktu-waktu. Tas tangan kulit buaya (asli tentunya), berbagai tas kulit bertekstur unik, boots merah maroon
setinggi lutut, leather gloves, syal bulu selembut kucing angora (memang dari kucing angora?), tweed coat hijau botol, dan berbagai aksesori yang dulu saya anggap begitu tak masuk akal.

Tetapi kini, betapa irinya saya pada masa muda sang ibunda. Apalagi menyimak semangat vintage dan retro yang terus-menerus datang dan kembali ke dunia mode. Nampaknya sekarang ini sangatlah beresiko untuk membuang sesuatu hanya karena sudah tidak in lagi. Perputaran mode makin lama makin cepat dan bolak-balik terus, dari back to sixties sampai back to eighties, back to sixties lagi, black is back, mod is back, punk is back, everything is back, dan seterusnya.

Apa kira-kira yang akan terjadi kalau semuanya sudah dibolak-balik sampai bosan? Mungkin majalah ini dan semua media yang mengusung mode akan segera bangkrut karena semua orang mengenakan jumpsuit seragam dari bahan metalik seperti dalam film-film science fiction. Tamatlah riwayat rumah mode dan para desainer menjadi pengangguran. Mungkin para wanita hanya mengenakan busana ala perban seperti Milla Jovovich dalam film Fifth Element. By the way, busana itu hasil rancangan Jean Paul Gaultier, jadi masih ada harapan untuk para desainer.
OK, stop the rambling thoughts. Marilah berharap mode masih hidup paling tidak sampai manusia mulai memakai transporter untuk berpindah tempat. Dan sebelum itu terjadi, kita masih bisa menikmati perputaran mode yang bolak-balik itu. Coba lihat, vintage apa lagi yang kembali digemari sekarang? (Oh peti biru itu!) Tas kulit eksotis (bukan dari hewan aslinya, mau di-demo oleh PETA?), tas-tas kulit bertekstur unik, boots semata kaki sampai selutut, leather gloves, dan berbagai perangkat masa lalu itu kini bisa kita sambut kembali.

Andaikan peti besar biru itu kini ada di rumah saya, terbayanglah sudah begitu banyak padu-padan super trendy yang bisa saya ciptakan. Sayangnya, sang peti berikut isinya sudah dimusnahkan kakak ipar saya yang kini menempati rumah itu. Sampai kini, nampaknya ia masih bertanya-tanya mengapa tiap kali bertemu, saya meremas tangannya erat-erat sambil menatap matanya dengan pandangan menghunjam.

November 15, 2003

[BMW Magazine] Lima Menit Bersama Seorang Ratu

Cantik, ramah, hangat, bersuara bagus, dan tentu saja pintar. Amelia Vega memang pantas menjadi Miss Universe.

Mobil BMW 735 Li abu-abu berhenti di depan lobby Hotel Le Meridien, Jakarta. Saat pintu terbuka, keluarlah sosok cantik setinggi 183 cm. Ia berdiri sejenak sambil tersenyum manis di samping mobil saat juru kamera mengambil gambarnya. Semua itu, ditambah dengan kesibukan para pengawal di sekitarnya mengingatkan pada suasana kehadiran seorang superstar di acara
Oscar.

Tak heran, yang datang ini memang layak disebut superstar baru karena ialah Miss Universe 2003, Amelia Vega dari Republik Dominika. Gelar itu disandangnya sejak Juni lalu di kota Panama, setelah menyingkirkan sekitar 70 gadis cantik dari berbagai negara. Gadis berusia 18 tahun ini membuat negaranya sangat bangga, karena inilah pertama kalinya gelar Miss Universe jatuh ke tangan warga Republik Dominika.

Sejak menjabat gelar Miss Universe 2003, Amelia tinggal di New York untuk bekerjasama dengan beberapa organisasi HIV/AIDS internasional sebagai juru bicara. Ia berkeliling dunia untuk berkampanye meningkatkan kesadaran akan AIDS, serta pencegahannya terutama di kalangan remaja. Selain itu, ia juga mengkampanyekan kesadaran akan hak-hak perempuan serta kepedulian pada kesehatan reproduksi.

Kunjungannya ke Indonesia di bulan Juli merupakan bagian dari serangkaian jadwal padat yang dijalaninya sebagai duta kecantikan. Ditemui setelah sebuah sesi pemotretan di sejuah majalah wanita, Amelia masih sempat memberikan kesempatan wawancara walau ia harus segera bersiap-siap untuk menghadiri acara pergelaran Putri Indonesia malam harinya.

Kesan lelah sama sekali tak nampak pada wajahnya. Yang terpancar justru sikap ramah, hangat, dan kepercayaan dirinya yang kuat. Di usia yang tergolong sangat muda, gadis kelahiran 7 November 1985 ini mampu menampilkan kematangan dan kehangatan layaknya seorang wanita dewasa.

Bagaimana hidup Anda berubah setelah menyandang gelar Miss Universe?

Semuanya sangat berbeda. Sebelumnya saya hanyalah Miss Dominika, mewakili negara saya sendiri. Kini saya sangat bahagia menyandang gelar ini karena sekarang saya tak hanya mewakili Dominika, tetapi juga seluruh dunia, termasuk Indonesia, negara Anda yang indah.

Kontribusi apa yang akan Anda berikan pada dunia melalui peran baru ini?

Sebagai Miss Universe, saya berkeliling dunia untuk mengkampanyekan kesadaran akan AIDS. Beberapa minggu yang lalu, saya mengunjungi para gay yang menderita AIDS, menghabiskan waktu untuk berkumpul dan berbincang dengan mereka. Itulah salah satu cara untuk
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat pada penyakit ini.

Saya dengar Ibu Anda, Patricia Polanco, juga seorang ratu kecantikan?

Ya, benar. Ia mewakili Republik Dominika untuk pemilihan Miss World pada tahun 1980 dan memenangkan gelar Miss Tourism.

Nampaknya gelar tersebut sudah merupakan keturunan dalam keluarga Anda?

Mungkin saja (Amelia tersenyum). Tapi Ibu saya tak pernah mengharuskan saya melakukan sesuatu yang tak saya inginkan. Ia hanya memberikan semua cintanya serta pendidikan yang baik. Ia mengatakan pada saya bahwa saya bisa menjadi apa saja yang suka. Ibu saya
merupakan salah satu panutan dalam hidup saya. Ia adalah bagian dari apa yang ada pada diri saya sekarang.

Adakah mimpi yang ingin Anda raih dalam hidup ini?

Kini gelar Miss Universe telah di tangan, mimpi saya yang lain adalah menjadi seorang penyanyi terkenal bila Tuhan mengijinkan. Tapi saat ini, saya ingin berkonsentrasi dulu pada tugas-tugas saya sebagai Miss Universe.

Apakah konsep wanita modern menurut Anda?

Wanita modern kini memiliki kebebasan untuk memilih apapun yang ia mau. Ia juga memiliki kemampuan untuk menangani keluarga sekaligus bekerja. Dan tentu saja saya sangat bangga menjadi bagian dari generasi yang modern ini.

Apakah gelar Miss Universe akan membantu Anda merefleksikan konsep wanita modern ini?

Tentu saja, saya adalah salah satu wanita modern tersebut. Dan sebagai wanita yang hidup di millenium ini, saya telah bekerjasama dengan beberapa organisasi sosial, saya merasa nyaman dengan semua ini, juga sangat percaya diri. Saya bangga bisa mewakili citra wanita muda saat ini.

Bagaimana mobil-mobil BMW menurut Anda, terutama seri 7?

Nyaman sekali. Saya sangat senang berada di dalamnya, bermain-main dengan semua tombolnya. Saya sangat berterimakasih pada BMW yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk menggunakan salah satu mobilnya selama kunjungan ini.

Sayang, lima menit segera berlalu, dengan sopan Amelia meminta maaf karena harus menyudahi wawancara. Dedikasinya pada tugas membuatnya selalu berusaha menepati jadwal sebagai Miss Universe. Sambil tersenyum ramah, ia bersalaman, lalu segera berlalu untuk menyiapkan diri.

Kita boleh berharap untuk segera melihatnya lagi. Siapa tahu, mungkin tahun depan Amelia akan kembali mengunjungi Indonesia, kali ini sebagai penyanyi kelas dunia.